MUHAMMAD JUSUF KALLA
Oleh: Faisal
Muhammad Jusuf
Kalla adalah putra Makassar yang juga merupakan pengusaha dengan bendera Kalla Group, yang memiliki berbagai jaringan
bisnis di berbagai bidang. Sebelum terjun ke dunia politik, tokoh yang lahir di
Wattampone, Kabupaten Bone, Sulawesi
Selatan pada tanggal 15 Mei 1942
ini juga menjadi Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Sulawesi
Selatan. Hingga kini Jusuf Kalla yang di masa
mudanya disapa dengan Daeng Ucu ini masih menjabat Ketua Ikatan Keluarga Alumni
(IKA) Alumni Universitas Hasanuddin, setelah terpilih
kembali pada musyawarah September 2006.
Ayahnya,
H. Kalla, seorang pengusaha dan tokoh Nahdlatul Ulama di Sulawesi Selatan, ibunya
juga berjualan sarung sutra Bugis. Usaha yang dirintis orang tuanya ini
kemudian berkembang di tangan generasi keduanya yang dinakhodai Jusuf Kalla.
Lulusan S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanudin Makasar, 1967, ini dari
sejak usia muda memang sudah sering diikutsertakan dalam usaha, membantu
orangtua. Sehingga ia dapat mengerti persoalan dalam dunia usaha
.
Dalam
dunia usaha, ia telah dididik untuk menjadi orang yang ulet, jujur,
memperhatikan langganan, mempunyai visi ke depan dalam menjalankan usaha
bersama karyawan-karyawan yang lain. Itulah yang mengantarkannya mampu
mengendalikan sejumlah perusahaan di antaranya sebagai Direktur Utama NV.
Hadji Kalla, PT Bumi Karsa, PT. Bumi Sarana Utama, PT. Kalla Inti Karsa dan
Komisaris Utama PT. Bukaka Singtel International dan PT. Bukaka Teknik Utama
sampai tahun 2001 sebelum ia menjadi menteri. Ayahnya mendirikan NV Hadji Kalla
Trading Company tahun 1965. Dan nama itu, kini telah menjadi sebuah jaringan
konglomerasi yang bergerak di berbagai bidang usaha, antara lain perdagangan
mobil, konstruksi bangunan, jembatan, perkapalan, real estate, transportasi,
peternakan udang, perikanan, kelapa sawit dan telekomunikasi.
AKTIFITASNYA DI PELBAGAI BIDANG
Sebelum bergelut
di bidang usaha, Ucu muda aktif di pelbagai kegiatan kemahasiswaan, terutama
setelah menjadi Ketua KAMI Sulawesi Selatan, tahun 1966. Beberapa bekas aktivis
mahasiswa mendapat “jatah” jabatan di pemerintahan. Jabatan yang dibagi-bagikan
kepada mereka, semisal Badan Pimpinan Harian (BPH) di Pemda Sulsel, beberapa
Kakanwil, Kepala Dolog dan anggota DPRD.
Ucu mendapat
tawaran sebagai kepala Dolog. Skripsinya memang tentang beras. “Kalau tawaran
itu saya ambil, bukan tidak mungkin saya jadi kepala Bulog,” kenang Ucu.
Tawaran itu ditolak, namun Ucu terjun menjadi pedagang beras. Dia hanya mau
menjadi anggota DPRD. Tapi, beberapa tahun kemudian, Jusuf benar-benar jadi
Kepala Bulog, selain menjabat Menteri Perdagangan dan Industri dalam
pemerintahan Presiden Gus Dur.
Ucu muda dikenal
enerjik, dinamis, dan kreatif. Dia aktif di berbagai kegiatan. Selama 24 tahun,
dia jadi pengurus inti Kadin Sulsel. Lebih dari separuh waktunya menjabat Ketua
Umum dan Koordinator Kadin se Kawasan Timur Indonesia (KTI). Dalam lebih
sepuluh tahun terakhir getol memperjuangkan perbaikan ekonomi yang adil untuk
KTI dan seluruh Nusantara.
Belakangan pun, Jusuf
Kalla menjadi Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Pusat. JK masih sempat
memimpin Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Unhas, dan anggota dewan penyantun tiga
perguruan tinggi negeri di Makassar; Unhas,
lKIP (Universitas Negeri Makassar), dan IAIN, beserta perguruan tinggi swasta.
Jusuf Kalla empat
kali menjadi anggota MPR Utusan Daerah dari Golkar (sekarang Partai Golkar).
Pernah menjadi Ketua Pemuda Sekber Golkar. Sebagai ekonom, dia aktif di Ikatan
Sarjana Ekonomi Indonesia
(ISEI). Pernah menjadi Ketua Umum ISEI Ujung Pandang (979-1989). Dan sampai
sekarang menjadi penasehat ISEI Pusat. [1]
KARIR POLITIKNYA
Tokoh yang
dibesarkan dalam keluarga Nahdliyin dan menikah dengan Mufidah, puteri yang
dibesarkan dalam keluarga Muhammadiyah ini pernah diangkat sebagai Menteri
Koordinator Kesejahteraan Rakyat di bawah pemerintahan Megawati Soekarnoputri (Presiden RI
yang ke-5). Anak pasangan pengusaha sukses Haji Kalla dan Athirah ini sebenarnya
juga sempat menjabat sebagai menteri di era pemerintahan Abdurrahman
Wahid (Presiden RI yang ke-4), tetapi diberhentikan dengan
tuduhan terlibat KKN.
Politisi
yang berlatarbelakang pengusaha ini sempat ikut konvensi capres Golkar, sebelum
dipinang SBY menjadi pasangan Cawapres. Peluang tokoh ini cukup terbuka menjadi
calon presiden. Terutama setelah Ketua Umum DPP Partai Golkar Akbar Tandjung
mengatakan calon presiden dari Partai Golkar tidak harus ketua umumnya. Tapi
terbuka kesempatan bagi semua kader Partai Golkar untuk diseleksi menjadi calon
presiden. Segera gayung bersambut. Beberapa nama muncul ke permukaan. Salah
satu nama yang paling mencuat adalah Muhammad Jusuf Kalla, kader Golkar yang
ketika itu tengah menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko
Kesra) Kabinet Gotong-royong.
PERANNYA DALAM
PENYELESAIAN KONFLIK POSO DAN MALUKU
Kiprah
Jusuf Kalla dalam menjalankan tugas sebagai Menko Kesra terbilang menonjol.
Dialah aktor penting yang meletakkan kerangka perdamaian di daerah konflik Poso
dan Ambon. Lewat pertemuan Malino I, dia
berhasil meredakan konflik di Poso, namun hal ini tiak berlangsung lama.
Kemudian, dia pun memprakarsai pertemuan Malino II. Dalam pertemuan ini, dia
mengajak kelompok Islam dan Kristen yang bertikai di Ambon
untuk menghentikan pertikaian. “Karena mereka yang berselisih ini memandang
dari sudut agama, jadi kita memberikan kesadaran dari sisi agama juga. Karena
semua agama, menurut saya, melarang membunuh tanpa alasan yang jelas,” ujar
Ketua IKA-UNHAS (Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin) ini.
Menurut
putra kedua dari 17 bersaudara ini bahwa konflik di Maluku bukanlah konflik
agama, tapi awalnya dipicu oleh persoalan ekonomi. Bahwa akhirnya tampak
sentimen agamanya yang dominan, menurutnya, itu karena orang tidak menelisiknya
dari awal. Penyebab utamanya adalah gara-gara kelompok Kristen menjadi miskin
karena harga cengkeh anjlok. Sementara orang-orang Islam di sana nasibnya lebih beruntung. Ia yakin atas
kebenaran pendapatnya, karena memang ia cukup mengenal daerah yang berkonflik
itu. Nampaknya Jusuf Kalla lupa bahwa orang-orang Kristen waktu itu sempat
mengibarkan bendera RMS didaerah yang mereka kuasai setelah menusir umat Islam.
Hal ini paling tidak membuktikan adanya tujuan ganda dari konflik yang
dikobarkan ini kaum Nashrani ini; menumpas umat Islam dan mendirikan Republik
Maluku Sarani (RMS).
Mengenai
keyakinannya bahwa konflik Ambon bukan dipicu
oleh urusan agama melainkan urusan ekonomi, ia mengatakan, sebanyak 75 persen
konflik di dunia ini gara-gara masalah ketidakadilan dan kemiskinan. Itulah
sebabnya sebagian besar konflik terjadi di negara-negara yang tingkat
pendapatan per kapitanya rendah, seperti Malaysia, Filipina, India, atau Sri
Lanka.
“Di
Ambon juga begitu. Semua tak lepas dari pemiskinan yang terjadi di sana. Pada awal 1990-an,
harga cengkeh di sana
bisa Rp 10 ribu per kilogram. Tapi, setelah ada monopoli Badan Penyangga dan
Pemasaran Cengkeh (BPPC), harganya malah anjlok hingga tinggal Rp 2.000 per
kilogram. Orang Ambon pun marah, lalu membabati
tanaman cengkehnya. Akhirnya, mereka jatuh miskin dan banyak menganggur.
Sebanyak 75 persen tanaman cengkeh berada di kampung- kampung Kristen,”
jelasnya.
Sementara,
katanya, para pendatang muslim dari Sulawesi Selatan dan Tenggara justru
nasibnya makin bagus. “Mereka menguasai pasar, transportasi, angkutan kota, perdagangan
antarpulau, dan sebagainya.Bahkan warga muslim juga menguasai struktur
pemerintahan. Sebelumnya Gubenur Maluku selalu beragama Kristen, tapi
belakangan menjadi yang beragama Islam.
Dengan
kondisi seperti itu, menurutnya, masalah sepele saja bisa menjadi pemicu
konflik. “Kasus Ambon kan
dimulai dari konflik sopir dengan pemalak atau orang menagih setoran. Tapi,
dalam satu-dua hari telah berubah menjadi konflik agama yang susah berakhir.
Malah belakangan datang Laskar Jihad dari kelompok Islam. Lalu muncul pula
Front Kedaulatan Maluku dari kelompok Kristen. Keadaan tegang ini terus berlangsung
hingga kita berhasil menghentikan konflik dan meneken kesepakatan Malino II.”
Tegasnya.
Merupakan
keanehan tersendiri jika seorang politisi berpengalaman seperti Jusuf Kalla
menyatakan bahwa konflik yang memakan korban ribuan nyawa hanya adanya
kecemburuan ekonomi semata. Jika memang demikian, mengapa yang jadi sasaran
serangan Kaum Kristen adalah umat Islam secara total, baik kaya maupun miskin.
Termasuk juga penghancuran tempat Ibadah, institusi pendidikan dll. Yang sangat
tidak bisa dianggap berperan dalam pengembangan ekonomi masyarakat Maluku
ketika itu.
Di
tengah konflik yang tajam waktu itu, Jusuf Kalla berupaya memahami cara
berpikir orang Islam dan Kristen di daerah itu. Menurutnya, kedua kelompok yang
bertikai berpikir bahwa dengan semakin banyak membunuh semakin cepat masuk
surga. Lalu ia berupaya memberikan pengertian bahwa apa yang mereka lakukan
baik itu kepada orang Islam maupun Kristen sebenarnya semakin membawa mereka
masuk neraka. “Saya katakan demikian dengan nada yang keras bagi kedua
kelompok,” kata tokoh yang menjabat Ketua Harian Yayasan Islamic Center
AI-Markaz ini.
Tanpa
mengurangi rasa hormat kepadanyanya, pernyataan ini sangatlah tidak wajar.
Bagaimana mungkin orang yang membunuh dalam rangka membela diri dianggap dosa
dan akibatnya akan masuk ke neraka. Semua yang berpikir sehat tentu akan
membenarkan tindakan tersebut demi menjaga nyawa, kehormatan diri dan
keluarganya. Malah aneh jika ada orang yang tenang, tidak terusik hatinya sedangkan
kehormatan diri dan keluarganya diinjak-injak oleh orang lain di depan matanya.
Padahal orang semacam inilah yang disebut Nabi sebagai Dayuts, dan hal
itu tentu saja sangat tidak terpuji.
PANDANGANNYA TENTANG
PEMERINTAHAN ISLAM
Jusuf
Kalla pernah juga diisukan aktip dalam diskusi pembentukan kaukus Islam. “Ini
perlu diluruskan. Pertemuan itu bukanlah kaukus. Kami cuma berdiskusi agar
tokoh-tokoh Islam dapat memahami berbagai masalah secara fair dan mendalam.
Pers yang sibuk sendiri, menafsirkan terlalu jauh, sama dengan isu darurat
militer di Ambon. Padahal, kami tak merasa
membicarakan itu,” kata tokoh berlatarbelakang pengurus masjid, HMI, KAHMI dan
ICMI ini.
Menurutnya,
pertemuan-pertemuan yang sempat ditenggarai hendak menggulingkan Megawarti itu,
betul- betul itu hanya diskusi untuk mencari solusi. “Di situ saya malah
mengatakan bahwa kita tak usah bicara mengenai umat Islam, tapi bicara tentang
bangsa. Kalau bicara tentang bangsa, itu sudah menyangkut 85 persen umat Islam.
Kalau bangsa ini sehat dan kuat, Islam pun kuat. Jadi, yang dibutuhkan ummat
adalah pemerintahan yang kuat. Pemerintah itu boleh siapa saja: boleh
nasionalis, Islam, atau yang lain, terserah,” jelasnya. Ajaib, seorang tokoh
yang dikenal sebagai figur yang sangat religius (Sebagaimana anggapan sebagian
kader Golkar) tidak menganggap pemerintah yang sekuler sebagai masalah yang
serius.
MENJADI WAKIL PRESIDEN
Pada Prakonvensi
Capres Golkar, Jusuf Kalla menjadi salah seorang kandidat yang lolos mengikuti
Konvensi Nasional. Namun sehari sebelum Konvensi Nasional Partai Golkar itu
digelar, 20 April 2004, bapak lima orang
anak— Lisa, Ira, Elda, Ihin, dan Chaerani- ini secara resmi mengundurkan diri
sebagai konstentan, karena ia telah dipinang Capres Partai Demokrat Susilo
Bambang Yudhoyono menjadi pasangan Cawapres (calon wakil presiden). Kemudian ia
juga mengundurkan diri sebagai Menteri
karena maju sebagai calon wakil presiden, mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dengan kemenangan
yang diraih oleh Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden
RI yang ke-6, secara otomatis tamatan The European Institute of Business
Administration Fountainebleu, Perancis, tahun 1977 ini juga berhasil meraih
jabatan sebagai Wakil Presiden RI yang ke-10. Bersama-sama
dengan Susilo Bambang Yudhoyono, keduanya menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI
yang pertama kali dipilih secara langsung oleh rakyat.
Dalam
jabatannya sebagai Wakil Presiden, dia berperan sebagai arsitek pemulihan
ekonomi. Sebagai pengusaha sukses dia diyakini mampu melakukan perubahan dalam
memimpin tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu.
Setelah
terpilih menjadi Wakil Presiden, dia pun kemudian terpilih menjadi Ketua Umum
Partai Golkar pada Munas di Bali (19/12/2004). Dia meraih 323 suara mengalahkan
Akbar Tandjung yang hanya meraih 156 suara, tiga suara tidak sah dari 482
suara. [2]
BIOGRAFI
Nama:
Drs. H. M. Jusuf Kalla
Tempat & tgl. lahir:
Tempat & tgl. lahir:
Wattampone
(Makassar), 15 Mei 1942
Agama: Islam
Pendidikan:
- Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin (1967)
- The European Institute of Business Administration, Prancis (1977)
Pekerjaan:
- Direktur Utama NV Hadji Kalla dan PT Bumi Karsa (1968 - 2001)
- Komisaris Utama PT Bukaka Teknik Utama (1988 - 2001)
- Komisaris Utama PT Bukaka Singtel International (1995 - 2001)
- Direktur Utama PT. Bumi Sarana Utama (1988 – 2001)
- Direktur Utama PT. Kalla Inti Karsa (1993 – 2001)
- Menteri Perindustrian dan Perdagangan (1999 - 2000)
- Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat di era Presiden Megawati (Agustus 2001 - April 2004)
- Wakil Presiden RI (2004-2009)
Organisasi:
- Dewan Penasihat ISEI Pusat (2000 - sekarang)
- Ketua Harian Yayasan Islamic Center Al-Markaz (1994 - sekarang)
- Ketua Ikatan Keluarga Alumni UNHAS (1992 - sekarang)
- Ketua Umum KADIN Sulawesi Selatan (1985 - 1998 )
- Anggota MPR-RI (1988 – 2001)
- Ketua Umum DPP Partai Golkar (2004 – sekarang) [3]
Isteri:
Ny.
Mufidah Jusuf (Lahir di Sibolga, 12 Februari 1943)
Anak:
- Muchlisa Jusuf 4. Solichin Jusuf
- Muswirah Jusuf 5. Chaerani Jusuf[4]
- Imelda Jusuf
0 Response to "Muhammad Jusuf Kalla "
Posting Komentar